WahanaNews-Kalsel | Baru-baru ini, Indonesia dikejutkan dengan meletusnya Gunung Semeru di Pulau Jawa.
Sementara sejumlah gunung berapi lainnya kini dalam status waspada.
Baca Juga:
Polisi Temukan Ladang Ganja di Hutan Curam Gunung Semeru, 2 Pelaku Ditangkap
Indonesia memang dikenal sebagai negara yang memiliki banyak gunung berapi aktif yang siap meletus kapan saja.
Tiap gunung memiliki tingkat letusan berbeda-beda, dan salah satunya ada yang memiliki ledakan yang bisa mengguncang dunia.
Sebut saja gunung Krakatau yang dampaknya sampai ke New York, Amerika Serikat.
Baca Juga:
Polres Lumajang Temukan Ratusan Tanaman Ganja di Lereng Gunung Semeru
Tak hanya Krakatau, ledakan dahsyat juga tercatat pernah terjadi di Indonesia di Gunung Tambora.
Letusan Tambora tahun 1815 lalu menyebabkan sesuatu yang hebat terjadi.
Pada masa itu, Eropa yang tengah musim panas mendadak turun salju gara-gara letusan Tambora.
Salju pada musim panas itu terjadi akibat dampak letusan gunung terbesar yang tercatat dalam sejarah.
Aerosol dan sulfat yang disemburkan Tambora ke atmosfer memicu pendingingan global.
Menurut catatan Chester Dewey, Profesor matematika dan ilmu alam di William College Massachusetts, mengatakan, "kebekuan jarang terjadi pada musim panas, namun kali ini di mana-mana beku."
Catatan Dewey, yang dikutip dalam publikasi Clive Oppenheimer di jurnal Progress in Physical Geology tahun 2003, menggambarkan kondisi tahun 1816.
"Tanggal 6 Juni suhu 44 derajat sepanjang hari dan beberapa kali turun salju, 7 Juni tidak begitu beku namun tanah begitu dingin, dan air membeku di mana-mana," bunyi catatan itu.
Bukan hanya wilayah Massachusetts, pada 6 Juni 1816 salju turun di sejumlah wilayah di Amerika Utara.
Termasuk jantung New York, kemudian Albany Maine dan Dennysville.
Di Quebaec, Kanada, salju terakumulasi hingga ketebalan 30 cm dari 6-10 Juni 1816.
Cuaca dingin juga terjadi di Amerika Utara bagian selatan, meliputi Trenton, New Jersey, dan lainnya.
Kondisi ini bertahan 3 bulan hingga menyebabkan panen gagal.
KR Briffa dan PD Jones melakukan analisis lingkaran pohon untuk menguak cuaca setahun pasca letusan Tambora di Eropa.
Pasalnya letusan tersebut terjadi di Indonesia, namun Eropa yang mengalami dampaknya.
Dalam publikasi di jurnal Nature tahun 1992, dia menemukan bahwa musim panas 1992 memang luar biasa dingin, terdingin sejk 1750.
Suhu musim panas di Eropa 1-2 celcius lebih dingin dari tahun 1810-1819 dan 3 derajat celcius lebih dingin dari rata-rata 1951-1970.
Tahun 1998, Briffa mengatakan efek Tambora pada pendinginan global.
Tambora menciptakan salah satu musim panas terdingin dalam 6 abad, kedua terdingin setelah 1601 akibat letusan Huaynaputina di Peru.
Briffa menambahkan, Eropa mengalami musim dingin lebih banyak akibat letusan gunung Tambora.
Suhu dingin ini juga mengacaukan Eropa, menyebabkan krisis terbesar dunia Barat pada era Modern.
Begitu Tambora meletus suhu dingin menyebabkan kekalahan Napoleon Bonaparte, dan menyebabkan ternak kurang makanan, gagal panej, kelaparan, dan wabah.
Tak hanya itu saja tahun 1816-1817 di Inggris, wabah melanda hewan kekurangan makan, dan banyak orang mati, orang Wales kelaparan hingga harus berjalan jauh untuk mencari makan.
Letusan Tambora telah menyebabkan perubahan iklim dunia, Barat mengalami dampak besar dan kerugian besar, bahkan melumpuhkan dan memperngaruhi situasi dunia. [As]