WahanaNews-Kalsel | Invasi Rusia membuat negara-negara Barat berlomba mengirimkan senjata ke Ukraina. Tak tanggung-tanggung, di antaranya terdapat senjata canggih dan merupakan keluaran baru.
Rusia sendiri dikenal dengan kekuatan militernya yang besar. Mereka juga menggunakan tentara bayaran untuk mengepung sejumlah kota di Ukraina.
Baca Juga:
Banyak Warga RI Dukung Invasi Rusia, Ternyata Ini Alasannya
Untuk mengimbanginya, Amerika Serikat diketahui memberi bantuan militer senilai US$100 juta atau sekitar Rp1,4 triliun, di antaranya berupa senjata anti-kendaraan lapis baja alias tank.
Dengan bantuan ini, AS total sudah memberikan bantuan militer lebih dari US$1,7 miliar untuk membantu Ukraina melawan invasi Rusia.
Tak ketinggalan, sekutu dekat AS, Inggris, mengirim rudal anti-pesawat ke Ukraina.
Baca Juga:
Rusia Dikabarkan Buka Perekrutan untuk Tentara di Asia Tengah
"Rusia mengubah taktik mereka, jadi Ukraina juga perlu," kata Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace kepada Dewan Rakyat Inggris (House of Commons) pada Rabu (9/3).
Rudal Starstreak Inggris itu kemudian berhasil menembak jatuh helikopter Rusia. Dan masih banyak persenjataan lainnya yang bisa mengubah jalannya perang, terutama yang terbilang kecil, gesit, dan lincah yang bisa mengimbangi armada besar lawan.
Ini empat senjata yang terbilang efisien yang digunakan dalam perang Rusia dengan Ukraina dengan kecanggihannya masing-masing:
1. NLAW
Dikutip dari Military Today, Next Generation Light Anti-Tank Weapon (NLAW) merupakan peluncur roket buatan Swedia.
Senjata anti-tank jarak pendek ini dipersenjatai dengan hulu ledak High-Explosive Anti-Tank (HEAT) 150 mm yang dirancang untuk melumpuhkan tank tempur dalam jarak dekat.
Dirancang sebagai sistem senjata sekali pakai, NLAW memiliki jangkauan maksimal dengan target diam sejauh 600 meter; jangkauan efektif terhadap target bergerak hingga 400 meter.
Sementara, keluaran terbaru dapat menyerang target pada jarak 800 meter ke atas.
Penembakan langsung bahkan dapat dilakukan pada target yang hanya berjarak 20 meter.
Alih-alih memakai tuas atau pelatuk pada tabung peluncurnya, NLAW memiliki pegangan berdesain ergonomis di sisi kanan di bagian belakang rem moncong bulat.
Sebuah optik dengan pembesaran 2,5 kali dipasang pada peluncur untuk membidik target.
Demi akurasi yang lebih baik, penglihatan malam dan fitur infra red tersedia berdasarkan permintaan.
Untuk bobotnya, NLAW disebut sedikit lebih berat dari FN MAG yang dimuat atau senapan mesin serupa yakni 12,5 kg.
NLAW dimaksudkan untuk dibawa oleh infanteri yang menghadapi kendaraan lapis baja dan benteng pertahanan.
NLAW sangat cocok untuk penyergapan di medan hutan lebat berkat fitur ledakannya yang terkontrol.
Untuk menyiasati sistem pertahanan aktif dan perlawanan balik kendaraan lapis baja, operator NLAW dapat memilih mode serangan atas yang membuat rudal menargetkan kepala tank.
Hulu ledak HEAT-nya akan melubangi lapisan tipis kendaraan musuh meskipun ditutupi dengan Explosive Reactive Armor (ERA).
2. Stinger
Stinger adalah sistem pertahanan udara alias rudal anti-pesawat yang mudah diangkut alias portable bagi pasukan darat dan dikenal sebagai sistem pertahanan udara portabel-man (MANPADS), yang berarti mudah diluncurkan dari mana saja.
Dikutip dari Raytheon Missiles & Defense, Rudal Stinger punya varian Reprogrammable Microprocessor (RMP) yang memiliki tingkat keberhasilan lebih dari 90 persen dalam uji keandalan dan pelatihan.
Rudal dan peluncurnya, yang menggunakan inframerah untuk mengunci titik panas, memiliki berat sekitar 15 kilogram dengan peluncur yang dapat digunakan kembali.
Untuk menggunakannya, seorang tentara cukup meletakkan pelontarnya di atas bahu untuk kemudian menembakkan rudalnya.
Rudal Stinger dapat mengenai target terbang setinggi 11.500 kaki (3.500 meter) dengan jangkauan maksimal sekitar 5 mil (8 kilometer).
Artinya, pesawat yang terbang di ketinggian kurang dari 2 mil (3,21 kilometer) dan terlihat bentuknya potensial menjadi target empuk rudal Stinger.
3. Starstreak
Sistem Starstreak, yang dibuat oleh perusahaan asal Prancis, Thales, merupakan senjata jenis pertahanan udara jarak pendek (Short Range Air Defence/Shorad) berkecepatan tinggi.
Perusahaan mendeskripsikan Starstreak sebagai sebagai senjata untuk menyerang pesawat tempur fixed-wing dan helikopter.
Senjata yang terbilang kecil ini bisa dikendalikan dengan remot, dipasang di kendaraan tempur, atau diluncurkan dari pundak tentara menggunakan Shoulder-Launched (SL) dan Lighweight Multiple Launcher (LML).
Rudal yang sudah dipakai sejumlah negara selama 19 tahun terakhir ini pertama kali digunakan pada konflik Irak pada 2003.
Starstreak yang ada saat ini merupakan generasi kelima yang disebut memiliki kemampuan signifikan melacak target dan kian mudah digunakan.
Rudal Starstreak terdiri dari tiga 'anak panah' berbahan logam tungsten bertenaga motor roket. Anak panah itu mampu melesat hingga melebihi Mach 3 (sekitar 3.700 km per jam), dipandu sistem kontrol panas untuk memastikan akurasi dan dikatakan hampir tak ada yang bisa mencegahnya.
Karateristik ini membuat Starstreak efisien karena pilot hanya punya waktu sedikit untuk bereaksi.
4. HAWC
Rudal Hypersonic Air-breathing Weapon Concept (HAWC) milik Amerika Serikat diklaim memiliki bisa melaju pada kecepatan tinggi dengan efisiensi yang baik.
Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA), Air Force Research Lab (AFRL), Lockheed Martin (LMT) serta tim Aerojet Rocketdyne (AJRD) berhasil menguji coba rudal HAWC hingga mencapai kecepatan lebih dari Mach 5 (sekitar 5.000 km per jam) pada ketinggian lebih dari 65.000 kaki.
John Clark, wakil presiden dan manajer umum Lockheed Martin Skunk Works® sebagai produsen HAWC, menyebut senjata ini memiliki sistem Hypersonic Air-breathing yang membuatnya hemat biaya.
Dengan keunggulan-keunggulan itu, rudal jenis ini disebut berpotensi untuk digunakan dalam operasi militer jarak yang lebih jauh dan waktu respons yang lebih pendek bagi musuh.
Dilansir Global Security, HAWC mampu terbang dalam kecepatan hipersonik pada suhu tinggi secara efisien lantaran memiliki pendorong bertenaga scramjet hidrokarbon.
Pada intinya, dikutip dari situs DARPA, sistem semacam itu dapat memberikan hasil yang signifikan untuk operasi serangan ofensif AS di masa depan yang efektif dan terjangkau, terutama ketika musuh meningkat. [Ss]