WahanaNews-Kalsel | Timnas Indonesia resmi tidak akan bisa mengibarkan bendera Merah Putih di Piala AFF 2020 akibat sanksi dari Lembaga Anti-Doping Dunia (WADA) kepada Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI).
Sanksi ini pertama kali dijatuhkan pada 8 Oktober 2021. LADI dinyatakan tidak mematuhi Kode Anti-Doping Dunia dengan artian ketidaksesuaian dalam melaksanakan pengujian yang efektif kepada tiap atlet di seluruh cabang olahraga.
Baca Juga:
Lembaga Antidoping Indonesia Berganti Nama Usai Terbebas dari Sanksi,
Raja Sapta Oktohari, Ketua KOI sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penyelesaian Sanksi WADA, menyatakan bahwa sanksi ini berdampak kepada beberapa hal.
Pertama, orang Indonesia tak boleh duduk di organisasi internasional. Kedua, Indonesia tak boleh jadi tuan rumah turnamen olahraga internasional.
Ketiga, Lagu Indonesia Raya tidak boleh dikumandangkan. Keempat, Bendera Merah Putih tak boleh dikibarkan saat tim Indonesia menang.
Baca Juga:
Yes! Badan Anti-Doping Dunia Segera Cabut Sanksi Indonesia
"Ya, kan memang posisi Indonesia masih di-suspend khusus bendera. Jadi, memang ini situasinya masih belum selesai. Namun, semuanya sudah dalam progres," kata Okto ketika dihubungi kumparan, Selasa (7/12).
"Saya sekarang sedang dalam perjalanan ke bandara menuju Lausanne, Swiss. Di sana, besok, jam 3 sore [waktu setempat], tim gugus tugas akan rapat dengan WADA untuk melaporkan progres yang sudah dan sedang dikerjakan. Mudah-mudahan akan ada kemudahan pengangkatan sanksi Indonesia," lanjutnya.
Okto menerangkan, inti masalahnya ada tiga, yaitu miskomunikasi, administratif, dan teknis.
Sejak mengemban tugas sebagai Ketua Gugus Tugas Percepatan Penyelesaian Sanksi WADA, ia telah berkomunikasi langsung dengan Presiden WADA, Witold Banka; dan Dirjen WADA, Olivier Niggli.
"Untuk miskomunikasi, ternyata selama ini komunikasi itu salah. Email-email yang ditujukan kepada saya itu salah email-nya, bukan ke email saya. Saya jelaskan, berdiplomasi, sehingga mereka juga paham bahwa ada miskomunikasi," jelas Okto.
"Masalah administratif, memang perlu beberapa penyesuaian yang harus dilakukan, sehingga kita memiliki badan anti-doping, profesional, dan modern. Tidak boleh ada konflik kepentingan, tidak boleh ada orang yang ikut di organisasi olahraga dan pemerintah [sekaligus]. Sebetulnya, enggak boleh," tambahnya.
Terkait administrasi, Okto mengatakan bahwa ada 24 Pending Matters (hal-hal yang mesti dipenuhi).
Yang agak sulit adalah masalah hukum karena pada Undang-Undang di Indonesia, badan anti-doping itu milik pemerintah.
Sementara di aturan internasional, badan anti-doping harus lembaga independen mandiri.
"Itu sudah kami komunikasikan ke DPR. DPR setuju, pemerintah setuju, untuk membuat badan anti-doping yang independen mandiri baik secara keputusan maupun keuangan," jelas Okto.
Untuk perkara teknis, Okto mengeklaim sudah beres. Tes-tes yang seharusnya dilakukan telah selesai dilakukan.
"Terakhir soal teknis, waktu sanksi dijatuhkan memang ada 322 tes yang belum dilakukan, terbagi dari 200 ICT (In Competition Testing) dan 122 OOCT (Out of Competition Testing)," ujar Okto.
Yang ICT 200 diambil dari PON dan Papernas, dan ICT sudah selesai semua. Kalau yang OOCT-nya, dari 122 itu sekarang tinggal kurang 5. Itu pun karena ada atletnya masih di luar negeri," imbuhnya.
Namun memang, semua ini belum cukup bagi WADA untuk mencabut sanksi. Masih ada pertimbangan-pertimbangan yang mesti dilakukan.
Dari pihak LADI, Kemenpora, maupun gugus tugas hanya bisa coba menunaikan permintaan WADA semaksimal mungkin.
Kini, mau tidak mau, Timnas Indonesia tidak boleh memakai Bendera Merah Putih di Piala AFF.
Pada web resmi Piala AFF, Timnas Indonesia terlihat dipasangkan logo Garuda Pancasila dan tulisan "Indonesia" di atasnya. [As]