WahanaNews-Kalsel | PT Bukit Asam Tbk (PTBA) berencana untuk mengambil alih Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pelabuhan Ratu milik PT PLN (Persero). Sampai saat ini belum ada kepastian lebih lanjut mengenai berapa besaran nilai akuisisi untuk pengambilalihan PLTU berkapasitas 3 x 350 Mega Watt (MW) tersebut.
Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail menjelaskan bahwa pengambilalihan PLTU Pelabuhan Ratu masih dalam proses pengkajian lebih mendetail. Hal ini dilakukan agar dapat memberikan keuntungan untuk kedua belah pihak.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Kalau itu nilainya kan kita masih due diligence ya, kita masih berproses lah ya. Karena itu harus dikaji lebih dalam, lebih mendetail. Sekarang ini prosesnya kan masih due diligence secara detail baik dari aspek teknis, kemudian nanti dari komersialnya, tujuannya nanti semuanya ini bisa memberikan manfaat bagi kedua belah pihak," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (28/11/2022).
Selain itu, Arsal menyebutkan bahwa alasan belum adanya kesepakatan sampai saat ini adalah karena proses pengkajian lebih detail masih dilakukan.
"Kita belum tau nantinya (PLTU Pelabuhan Ratu) akan diambil apa nggak. Semuanya kan masih berproses dulu mudah-mudahan nanti kalau kajiannya cukup mendetail nanti kita akan rapatkan kita akan putuskan dan kita akan mengikuti sesuai aturan yang berlaku regulasi-regulasi nanti kita ikuti nanti kita sampaikan ke pemegang saham," ungkapnya.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Yang terang, kata Arsal, dalam pengambil alihan PLTU ini diperlukan adanya analisa yang lebih mendalam melalui konsultan untuk menentukan harga ambil alih dan kepastian akan pengambilalihan PLTU Pelabuhan Ratu.
"Kita masih berproses jadi proses kita lakukan dulu analisanya harus detail. Nanti akan ketemu kan itu ada konsultan nanti ada konsultan yang kita hire untuk melakukan termasuk due diligence tadi, masalah pricing semuanya masih kita dalam proses lah ya," pungkasnya.
Sebelumnya Arsal membeberkan dengan adanya program pengakhiran lebih awal, masa operasional PLTU Pelabuhan Ratu akan terpangkas dari 24 tahun menjadi 15 tahun. Penurunan masa operasional tersebut akan dibarengi oleh potensi pemangkasan emisi karbondioksida (CO2) ekuivalen sebesar 51 juta ton atau setara Rp 220 miliar.
Keikutsertaan PTBA dalam rencana early retirement PLTU Pelabuhan Ratu ini didasari oleh beberapa pertimbangan strategis. PLTU Pelabuhan Ratu merupakan tulang punggung pasokan listrik di wilayah bagian selatan Pulau Jawa.
Berdasarkan lokasi geografis, tata kelola PLTU Pelabuhan Ratu relatif lebih mudah diintegrasikan dengan sistem rantai pasok PTBA. Kebutuhan batu bara PLTU Pelabuhan Ratu sebanyak 4,5 juta ton per tahun atau 67,5 juta ton selama 15 tahun. Hal tersebut selaras dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) untuk pemanfaatan cadangan batu bara PTBA.
Dengan teknologi dan sistem pendukung terbaik, PLTU ini mampu memberi jaminan keandalan optimal. Kinerja PLTU efisien, sehingga berpotensi meningkatkan nilai tambah dari nilai keekonomian batu bara sebagai bahan baku. Potensi tambahan pendapatan dari penjualan listrik sebesar Rp 6 triliun per tahun.
Setelah penandatanganan PFA ini, PTBA dan PLN akan melakukan proses due diligence (uji tuntas) untuk program early retirement PLTU tersebut.[ss]