Wahananews-Kalsel | Konflik Rusia-Ukraina membuat harga energi dunia melonjak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan harga minyak dunia membuat arus kas operasional Pertamina jebol.
Per Maret 2022, arus kas Pertamina sudah negatif USD 2,44 miliar. Bila Pertamina tidak segera mendapatkan dana segar dari pemerintah, diperkirakan arus kas pada Desember mengalami defisit hingga USD 12,98 miliar.
Baca Juga:
Pertamina dan Polri Jalin Sinergi Publikasi dan Edukasi untuk Bangun Kepercayaan Masyarakat
"Akibat kenaikan ICP yang meningkat signifikan, arus kas operasional Pertamina pada Maret 2022 negatif USD 2,44 miliar," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/5/2022).
Sebagaimana diketahui harga energi dunia terus melambung. Sementara harga BBM di dalam negeri masih dipertahankan agar tidak mengalami kenaikan. Apalagi, Pertamina masih melakukan impor BBM yang akan membuat arus kas operasional makin terkuras.
"Pertamina harus tanggung beban, kalau impor BBM pun dia harus bayar dengan dolar," kata dia.
Baca Juga:
Peran Srikandi BUMN Pertamina Grup dalam Peringatan Hari Kartini 2024
Sebagai informasi, saat ini Pertamina harus menanggung selisih harga keekonomian dengan harga jual BBM di tingkat konsumen. Harga minyak tanah misalnya memiliki harga jualnya Rp 2.500 per liter padahal harga keekonomiannya sudah mencapai Rp 10.198 namun Solar dijual Rp 5.450 per liter dari harga keekonomian Rp 12.119 per liter.
LPG per kilogram dijual Rp 4.250, padahal nilai keekonomiannya telah mencapai Rp 19.579 per kilogram. Sedangkan harga Pertalite dijual Rp 7.650 per liter dari nilai keekonomian Rp 12.556 per liter.
Akibatnya seluruh rasio keuangan Pertamina mengalami pemburukan yang signifikan sejak awal 2022. Hal ini pun dapat menurunkan credit rating Pertamina dan akan berdampak pada credit rating pemerintah.