Para produsen pupuk, ucap Andreas, mau tak mau mengikuti harga pasar untuk mendapatkan keuntungan.
Andreas menilai pilihan mengurangi margin tampak sulit lantaran naiknya harga gas alam.
Baca Juga:
Pangkas 145 Regulasi, Kebijakan Distribusi Pupuk Langsung Ke Petani Dinilai Tepat
"Tergantung pemerintah subsidi gas alam atau tidak. Jadi memang kondisinya agak repot," lanjut Andreas.
Andreas menyampaikan harga pupuk dunia semakin tertekan menyusul terjadinya perang Rusia-Ukraina.
Andreas menilai posisi Rusia sebagai produsen pupuk terbesar di dunia membuat pengaruh perang berdampak pada perdagangan pupuk di internasional.
Baca Juga:
Mendagri Apresiasi Perjuangan Mentan Amran Tambah Alokasi Pupuk
"Karena pupuk terbatas, maka cuma ada dua pilihan, petani mengurangi kebutuhan pupuk yang akan berefek ke produksi atau sebaliknya, petani tetap beli pupuk dengan diikuti peningkatan biaya produksi," kata Andreas.
Sementara itu, Advisory Board Indonesia Fertilizer Research Institute (IFRI), Sumarjo Gatot Irianto, menilai tingginya harga pupuk nonsubsidi dapat diminimalisasikan dampaknya dengan keputusan subsidi pupuk hanya berlaku pada Urea dan NPK.
Menurut dia, peningkatan produksi pupuk bisa menjadi substitusi di tengah tingginya harga.