WahanaNews-Kalsel| Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menginstruksikan pada anak buah agar lebih peka dan sensitif saat menangani kasus kekerasan seksual. Pasalnya, kasus tersebut begitu menyorot perhatian publik.
"Penanganan terhadap kasus kekerasan seksual sangat mudah mendapatkan perhatian publik, perlu kepekaan dan sensitifitas petugas," kata Kapolri saat pengarahan dalam Rakor Anev Itwasum Polri 2021, dikutip merdeka.com dari channel youtube Divisi Humas Polri, Jumat (17/12).
Baca Juga:
Proyek IKN Disetop Sementara per 10 Agustus, Basuki Beberkan Alasannya
Perintah itu disampaikan Kapolri saat memaparkan hasil analisis emosi terhadap Polri di media sosial, periode 15 November-16 Desember 2021.
Kapolri mengatakan dalam analisis tersebut didapati pandangan terhadap Polri dinilai dari sejumlah kasus yang heboh menjadi perbincangan khalayak. Ada yang netral, antisipasi. "Serta ada yang bentuk trust atau percaya, ada yang berbentuk angry atau kemarahan," jelasnya.
"Ada juga disgusting, artinya jijik, takut, surprise senang dan sedih. Tentunya angka ini harapan kita bagaimana kemudian warna kuning terkait dengan trust yang 10 persen ini bisa kita tingkatkan."
Baca Juga:
Praja IPDN Sukses Jalankan Latsitardanus ke-XLIV Di Kalimantan Timur
Kapolri mengingatkan hasil analisis tersebut merupakan beragam persepsi dari masyarakat, karena saat ini dunia-dunianya adalah dunia medsos memanfaatkan teknologi informasi mau tidak mau kita harus mengikuti terus perkembangan dari medsos. "Sehingga kemudian kita paham bisa melakukan langkah-langkah cepat dan kemudian grafik analisa tersebut tentunya bisa bergeser, utamanya terkait dengan trust," pesan Kapolri.
Terkait analisis yang menghasilkan warna merah membesar, ungu dan abu-abu, Kapolri mengatakan harus ditelusuri lebih dalam guna mengetahui penyebabnya. "Apakah, langkah di lapangkan belum berjalan dengan baik, apakah sudah berjalan belum diketahui oleh publik, atau memang respons kita lambat tolong untuk didalami."
"Kasus-kasus sensitif yang selalu tentunya menjadi perhatian masyarakat, seperti masalah seksual, kepekaan terhadap gender ini biasanya menjadi perhatian. Namun, disisi lain kepedulian Polri saat turun juga dapat respons," katanya.
Intinya yang perlu dicatat, kata Kapolri adalah masyarakat masih memiliki harapan bahwa polri akan menjadi lebih baik.
Dalam pemaparannya, tercatat kasus kekerasan seksual yang melibatkan Bripda Randy di Mojokerto serta Iptu RN yang mengancam keluarga korban pemerkosaan di Riau mendapat sorotan tajam khalayak.
Porsinya ada 29,14 persen kasus pelanggaran yang menjerat anggota Polri mendominasi pemberitaan media mainstream.
Selanjutnya, 28,62 persen yang menyedot perhatian khalayak yakni deretan keberhasilan Polri juga kehadiran Polri di lokasi tanggap bencana.
Kemudian, 10,81 persen terdiri dari akun anonim dan akun masyarakat yang menyoroti permasalahan kekerasan seksual serta dukungan terhadap perempuan. Isu yang dibahas kelompok feminisme adalah kasus Novia Widyasari, pemerkosaan santriwati, hingga mendiang Laura Anna yang menuntut keadilan.
sementara itu, ada 31,43 persen kelompok yang tidak terafiliasi secara besar. "Persepsi terkait isu Polri yang viral di media sosial," demikian bunyi pemaparan tersebut.
Dari analisis emosi terhadap Polri di media sosial itu, dapat ditarik kesimpulan:
-Penanganan terhadap kasus kekerasan seksual sangat mudah mendapatkan perhatian publik, perlu kepekaan dan sensitifitas petugas.
-Kegiatan tanggap bencana yang dilakukan Polri dirasakan secara langsung oleh masyarakat sehingga mendapatkan apresiasi, kegiatan yang bersentuhan langsung kpd masyarakat harus terus ditingkatkan,
-Ketika terjadi penyimpangan oleh oknum anggota Polri dan Polri langsung melakukan rilis masyarakat, merespons positif dan isu tidak bertambah besar. [As]