Tapi, baginya, laut adalah kehidupan.
“Saya suka berada di laut,” kata pria berusia 40 tahun itu.
Baca Juga:
Ini Penjelasan Tetangga Kos Wanita yang Diduga Dibunuh Dikamar Kos di Kota Jambi
Pada hari yang baik, ia dapat menangkap hingga 200 kilogram ikan, beberapa di antaranya berakhir di meja makan di Singapura.
Tapi ada kekhawatiran yang berkembang: Bertemu dengan kapal yang lebih besar seperti dari China, Thailand dan Vietnam di daerah penangkapan ikan tradisionalnya di utara Kepulauan Natuna.
“Kapal mereka sangat besar. Milik kita kecil. Suatu malam, kapal kami berpapasan. Mau tidak mau kami merasa sangat cemas,” kata ayah empat anak itu kepada program Insight.
Baca Juga:
PUPR Tuntaskan Pembangunan Jalan Teluk Buton-Klarik di Natuna
“Ikan masih melimpah di Natuna, tapi jika kapal-kapal itu terus masuk ke perairan kita, kita akan sulit menangkap ikan. Bagaimana nasib cucu kita? Apa yang akan mereka makan jika kapal-kapal itu berkeliaran dengan bebas di Natuna?”
Indra telah menjadi nelayan sepanjang hidupnya.
Daerah penangkapan ikan penduduk pulau Natuna termasuk dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) 200 mil laut Indonesia --tumpang tindih dengan sembilan garis putus-putus China yang mengklaim sebagian besar Laut China Selatan.