Tapi merujuk pada dua peristiwa yang disinggung China, dia memperkirakan surat protes tersebut dikirim dalam rentang antara Agusus hingga awal September.
Kementerian Luar Negeri, sambungnya, membalas nota diplomatik itu.
Baca Juga:
Ini Penjelasan Tetangga Kos Wanita yang Diduga Dibunuh Dikamar Kos di Kota Jambi
"Pemerintah mengirim surat balasan yang mengatakan bahwa protes itu tidak bisa kami terima karena kalau drilling [pengeboran] di wilayah landasan kontingen sesuai UNCLOS. Kalau latihan, karena kita tidak punya pakta pertahanan dengan siapapun."
"Karena [pemerintah] butuh dukungan politik, maka DPR perlu menyatakan dukungan atas sikap itu."
Farhan menilai surat protes itu sangat serius dan tidak bisa diabaikan begitu saja. Sebab untuk pertama kalinya, pemerintah China mempersoalkan klaim teritorial nine-dash line-nya kepada Indonesia.
Baca Juga:
PUPR Tuntaskan Pembangunan Jalan Teluk Buton-Klarik di Natuna
Langkah itu, menurut Farhan, karena China "sedang berusaha menaikkan masalah sengketa Laut China Selatan menjadi isu diplomasi dua negara."
"Jadi bisa kita lihat bahwa nota diplomatik itu sebagai sebuah ancaman bahwa mereka [China] ingin meningkatkan isu ini menjadi sebuah isu yang serius."
Sengketa Laut China Selatan telah terjadi sejak tahun 1947. Dasar yang digunakan China untuk mengeklaim seluruh Kawasan Laut China Selatan adalah sembilan garis putus-putus yang meliputi sejumlah wilayah milik Filipina, Malaysia, Vietnam, Taiwan dan Brunei Darussalam.