Tahun ini program Pesantren Sehat Lifebuoy hadir di Banjarbaru dengan tujuan memberikan dampak yang lebih luas melalui sejumlah rangkaian kegiatan mulai dari peer-to-peer learning, training for trainers (kepada santri dan santri putri, ustadz, dan ustadzah), edukasi CTPS dengan baik dan benar, hingga pemeriksaan kesehatan.
"Kami berharap dengan kolaborasi yang dilakukan dengan Pesantren di berbagai kota di Indonesia kami dapat menjangkau penambahan 1 juta santri dan santri putri di lebih dari 1.500 pesantren,” papar Erfan.
Baca Juga:
Kasus Pencabulan Santriwati di Bekasi, Pemilik dan Guru Ponpes Jadi Tersangka
Interaksi intens antar masyarakat pesantren menjadikan pesantren unit pendidikan yang berpotensi efektif dalam membiasakan CTPS di 5 momen penting melalui metode peer-to-peer learning, dimana mereka saling mencontohkan dan meniru berbagai perilaku positif.
Menurut studi dari Hungarian Academy of Sciences, peer-to-peer learning atau program edukasi melalui teman sebaya merupakan salah satu cara edukasi yang paling efektif dalam pengajaran CTPS di kalangan anak-anak.
Studi ini menemukan bahwa program edukasi melalui teman sebaya dapat meningkatkan pengetahuan teoritis tentang CTPS dan cara mempraktekkan CTPS yang benar hampir 2 kali lebih baik dari sebelumnya, dan dapat bertahan bahkan 4 bulan setelah program berakhir.
Baca Juga:
Kasus Pencabulan, Kiai Ponpes Jember Fahim Mawardi Bebas Bersyarat
Program Pesantren Lifebuoy dibagi menjadi dua tahap, pertama pemilihan Duta Santri oleh pihak Pesantren sebagai peer educator yang akan mendapatkan pelatihan tentang PHBS, terutama CTPS, oleh dokter dari PDUI.
Hal ini menjadi penting karena salah satu faktor kesuksesan peer-to-peer learning adalah kompetensi dan kapabilitas dari peer educator. Melalui pelatihan ini, Duta Santri akan memahami pentingnya CTPS dan bagaimana cara melakukan CTPS dengan baik dan benar.
Tahap berikutnya, Duta Santri akan kembali ke pesantren untuk dapat memulai melakukan Gerakan 21 Hari Pembiasaan CTPS bersama santri/santri putri lainnya.