Program ini akan mendorong sektor pertanian menjadi lebih maju dan modern dengan mengganti alat-alat mesin pertanian (alsintan) berbahan bakar fosil yang mahal dan merusak lingkungan ke alsintan berbasis listrik yang murah dan ramah lingkungan.
"Kalau ada penggilingan padi beli solar 1 liter harganya Rp 16 ribu, itu setara dengan 1,2 kWh listrik yang harganya hanya Rp 1.800. Jadi kalau pindah dari BBM solar ke listrik mengurangi biaya sekitar 80 persen. Untuk itulah kami melakukan Electriying Agriculture dalam mendukung ketahanan pangan," jelas Darmawan.
Baca Juga:
Konvensi PDKB PLN, Ajang Pengembangan Kapasitas Pasukan Khusus PLN untuk Layani Pelanggan
PLN berkomitmen memperluas program ini di daerah-daerah seluruh Indonesia. Khusus di Sumatera Bagian Selatan, tercatat 12.482 pelanggan _Electrifying Agriculture_ yang sudah menggunakan listrik dalam meningkatkan produktivitasnya. Total kebutuhan listrik dari para pelanggan ini mencapai 381 megavolt ampere (MVA) hingga Juni 2022.
Tak berhenti di situ, Darmawan menjelaskan, PLN juga telah memetakan potensi program _Electrifying Agriculture_ yaitu di perkebunan sawit, peternakan ayam, tambak udang, pengolahan tebu, pabrik tapioka, hingga pompa sumur untuk pengairan.
"Kami sudah hitung total kebutuhan listrik calon pelanggan untuk _Electrifying Agriculture_ ini sekitar 6,2 MVA," kata Darmawan.
Baca Juga:
Genjot TKDN di Industri Trafo Dalam Negeri, PLN Gandeng Dua BUMN
Dia memastikan PLN siap mengamankan seluruh kebutuhan listrik pelanggan karena saat ini cadangan daya listrik di Sumbagsel melimpah. PLN mencatat daya mampu di sistem kelistrikan Sumbagsel mencapai 5.283 megawatt (MW) dengan beban puncak 4.001 MW, sehingga ada cadangan daya 1.282 MW.
“Kami berharap dukungan ini bisa menyokong ketahanan pangan nasional, serta membawa kesejahteraan bagi para petani," ujarnya.[ss]